Komisi II DPR RI berencana mengajukan permohonan klarifikasi kepada Kementerian Dalam Negeri terkait keputusan Presiden Prabowo Subianto menetapkan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur sebagai ibu kota politik mulai tahun 2028. Hal ini muncul setelah adanya peraturan presiden yang memuat kebijakan tersebut, yang menuai sejumlah pertanyaan dari legislatif mengenai dasar hukum dan substansi keputusan tersebut.
Baca juga: Kekerasan terhadap Driver Ojol di Pontianak, Pelaku TNI Diamankan
Langkah DPR RI dalam Menyikapi Penetapan IKN sebagai Ibu Kota Politik
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Aria Bima, menyatakan bahwa pihaknya masih menunggu penjelasan resmi dari pemerintah mengenai dasar dan latar belakang penetapan istilah 'ibu kota politik' di IKN. Ia menegaskan, pengambilan keputusan tersebut tentu didasarkan pada pertimbangan tertentu dan memiliki tujuan strategis tertentu di baliknya.
Aria Bima menambahkan, penjelasan yang lengkap diperlukan agar DPR dapat memahami apakah penggunaan istilah 'ibu kota politik' tersebut harus berdampak pada perubahan aturan hukum yang berlaku, termasuk kemungkinan penyesuaian terhadap Undang-Undang IKN atau aturan terkait lainnya. Ia juga menegaskan bahwa sejauh ini, belum ada kepastian mengenai pengaruh penetapan tersebut terhadap status Daerah Khusus Jakarta maupun peraturan daerah yang mengatur tentang ibu kota negara.
Meski demikian, orang nomor dua di Komisi II itu menilai bahwa langkah Presiden Prabowo telah melalui berbagai pertimbangan matang dan sejalan dengan tujuan awal pembangunan IKN sebagai pusat pemerintahan baru. Ia menyebut bahwa presiden memahami betul langkah strategis tersebut dan bahwa penetapan ini tidak bertentangan dengan visi besar membangun IKN sebagai pusat administrasi nasional.
Baca juga: Retreat Sekretaris Daerah Dirancang Berbeda dari Retreat Kepala Daerah
Kontribusi Legal dan Perkembangan Kebijakan Terkait IKN
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto telah menetapkan IKN di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, menjadi pusat politik nasional pada tahun 2028 melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 79 Tahun 2025 yang berlaku mulai 30 Juni 2025. Inisiatif ini merupakan bagian dari upaya strategis untuk mendukung realisasi rencana pemerintah memindahkan pusat pemerintahan dan menata wilayah nasional secara lebih efisien dan terintegrasi.
Perpres tersebut memuat beberapa syarat penting agar IKN dapat menjalankan fungsi politiknya secara optimal. Syarat utama meliputi pembangunan kawasan inti pemerintahan seluas antara 800-850 hektar, persentase gedung perkantoran dan hunian yang memenuhi target tertentu, serta tersedianya fasilitas pendukung yang memadai, termasuk sarana prasarana dan konektivitas kawasan. Selain itu, langkah pemindahan ASN dan penyelenggaraan pemerintahan cerdas di kawasan ini pun menjadi bagian dari agenda strategis tersebut.
Syarat Utama | Persyaratan |
---|---|
Luas Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) | 800-850 hektar |
Pembangunan Gedung dan Perkantoran | 20% dari total rencana pembangunan |
Rumah Layak & Berkelanjutan | 50% |
Sarana Prasarana | Cakupan 50% |
Ketersediaan Layanan | Indeks aksesibilitas dan konektivitas 0,74 |
Pembangunan kawasan dan fasilitas ini diarahkan untuk mendukung pengembangan pemerintahan yang efisien, modern, dan terintegrasi secara digital. Selain fasilitas fisik, kesiapan sumber daya manusia dan sistem yang mendukung pemerintahan digital pun menjadi bagian dari rencana pengembangan IKN.
Sejalan dengan kebijakan tersebut, jumlah ASN dan penugasan di kawasan IKN menjadi indikator utama keberhasilan pemindahan pemerintahan secara fisik dan operasional, dengan target minimal 1.700 hingga 4.100 ASN yang akan ditempatkan di kawasan tersebut. Pemindahan ini juga akan didukung oleh pengembangan kota cerdas yang mampu menyediakan layanan pemerintahan dan pelayanan publik secara optimal.
Tags: IKN politik nasional pembangunan infrastruktur pemindahan pemerintahan aturan hukum