Jakarta - Eks Direktur Digital & Teknologi Informasi PT Bank Rakyat Indonesia (BRI), Indra Utoyo, menjalani pemeriksaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa (23/9/2025) di Gedung Merah Putih, Jakarta. Ia hadir sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan mesin Electronic Data Capture (EDC) yang melibatkan beberapa pejabat dan pihak swasta.
Indra Utoyo yang juga merupakan tersangka dalam kasus ini, saat ditemui di lokasi pemeriksaan hanya menyampaikan bahwa dirinya memenuhi panggilan KPK dan mengacu pada enam pertanyaan yang diajukan, termasuk soal kronologi perkara tersebut. Ia juga mengonfirmasi bahwa telah mengajukan gugatan praperadilan terkait status tersangkanya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Baca juga: DPR dorong revisi UU BUMN untuk penegakan hukum korupsi
Konflik Kasus dan Pelibatkan Beberapa Tersangka
KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus ini, termasuk Indra Utoyo sebagai eks Direktur IT BRI, serta Catur Budi Harto, Dedi Sunardi, Elvizar, dan Rudi Suprayudi. Kasus ini muncul dari temuan bukti permulaan yang cukup terkait adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan EDC Android secara melawan hukum.
Kasus ini bermula sejak tahun 2019, ketika Elvizar beberapa kali bertemu dengan Indra Utoyo dan Catur Budi Harto untuk menyepakati bahwa perusahaan Elvizar akan menjadi vendor pengadaan EDC bekerja sama dengan PT Bringin Inti Teknologi. Langkah ini dinilai melanggar prosedur, sebab pengadaan barang harus melalui proses lelang resmi dan transparan. Selain itu, proses pengadaan pun tidak dilakukan secara terbuka, sehingga vendor lain tidak memiliki kesempatan untuk berpartisipasi.
Baca juga: DPR Dukung Penghentian Sementara 190 Tambang Batu Bara
Aliran Dana dan Kerugian Negara
Atas kesepakatan tersebut, Catur Budi Harto menerima Rp 525 juta, sepeda, dan dua ekor kuda dari Elvizar. Dedi Sunardi menerima sepeda Cannondale senilai Rp 60 juta, sementara Rudi Suprayudi menerima uang sebesar Rp 19,772 miliar selama periode 2020 hingga 2024. KPK memperkirakan, kerugian negara yang timbul dari kasus ini mencapai Rp 744 miliar.
"Telah ditemukan bukti permulaan yang cukup terkait adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan EDC Android yang dilakukan secara melawan hukum," ujar Plt Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih, Jakarta, pada 9 Juli 2025. Ia menambahkan bahwa proses pengadaan ini seharusnya dilakukan melalui mekanisme lelang yang adil dan terbuka, bukan melalui kesepakatan tertutup yang merugikan keuangan negara.
Kasus ini memunculkan perhatian nasional terhadap praktik korupsi dalam pengadaan barang pemerintah, sekaligus menegaskan komitmen KPK dalam memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia. Penyelidikan masih berlangsung untuk mengungkap seluruh rangkaian kasus dan pihak yang terlibat dalam praktik tersebut.
Tags: Korupsi KPK Kasus Hukum Pengadaan EDC BRI