Koalisi Serikat Buruh mengusulkan agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketenagakerjaan yang baru melarang perusahaan menahan dokumen pribadi pekerja, seperti ijazah. Mereka menilai bahwa menahan dokumen tersebut tidak sesuai dengan kewenangan perusahaan.
Wakil Presiden Partai Buruh, Said Salahudin, menyebutkan bahwa usulan ini termasuk dalam 17 isu baru yang dimasukkan ke dalam draf RUU Ketenagakerjaan mereka. Salahudin menjelaskan bahwa banyak laporan yang diterima Kementerian Ketenagakerjaan mengenai dokumen pekerja yang ditahan, termasuk ijazah dan lainnya. Ia menegaskan bahwa hal tersebut bukan kewenangan perusahaan untuk menahan dokumen.
Salahudin menyatakan bahwa 17 usulan tersebut lahir karena banyak kelompok pekerja yang selama ini belum mendapat perlindungan hukum. Contohnya, pekerja digital platform, tenaga medis, pekerja pendidikan, dan awak kapal.
Perlindungan Hak Pekerja yang Belum Tersentuh Regulasi
Dalam penjelasannya, Salahudin menegaskan bahwa banyak kelompok pekerja yang selama ini belum mendapatkan perlindungan dan hak-haknya, padahal mereka termasuk kategori pekerja. Ia menyebutkan pekerja digital platform, seperti pengemudi ojek daring, kurir, hingga konten kreator, yang belum dijamin hak-haknya.
Selain itu, pekerja medis dan tenaga kesehatan juga menjadi perhatian karena sampai saat ini mereka tidak dilindungi oleh undang-undang apa pun. Salahudin menyesalkan bahwa para pekerja ini sudah berjuang demi kemanusiaan, tetapi hak mereka belum terpenuhi.
Di waktu yang sama, tenaga pendidik dan tenaga kependidikan di perguruan tinggi juga mengalami minimnya perlindungan hukum. Untuk awak kapal, Salahudin menegaskan pentingnya aturan yang lebih tegas karena mereka bekerja 24 jam penuh di laut tanpa kepastian jam kerja yang jelas.
Baca juga: Mendagri Tito Karnavian Dukung Program Perumahan Rakyat
Usulan Larangan Percaloan dan Kewajiban Pesangon
Selain perlindungan terhadap hak, buruh juga mengusulkan pelarangan percaloan tenaga kerja, regulasi jelas mengenai pemagangan dan pelatihan vokasi, serta perusahaan diwajibkan memberikan pesangon kepada pekerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).
Salahudin menegaskan bahwa status pekerja kontrak tidak boleh menjadi alasan bagi perusahaan menghindari kewajiban memberikan pesangon. Ia menegaskan, pesangon harus diberikan kepada pekerja PKWT karena pekerjaan mereka sama dengan pekerja tetap.
Lebih jauh, usulan lain mencakup hak buruh memperoleh perlindungan ketika perusahaan mengalami pailit. Hak ini meliputi pengajuan sita jaminan, intervensi dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), serta cadangan dana pesangon.
Baca juga: Menkum Investigasi Dualisme Kepengurusan PPP
Pemenuhan Hak Pekerja dan Konsolidasi Usulan
Dalam latar belakang pertemuan, DPR menerima audiensi dari perwakilan koalisi serikat buruh yang hendak menyerahkan draf RUU Ketenagakerjaan. Perwakilan buruh diterima langsung oleh Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad dan Saan Mustofal, serta dihadiri sejumlah anggota Baleg dan Komisi IX DPR RI.
Pertemuan di Gedung Nusantara tersebut turut dihadiri Menteri Ketenagakerjaan, Menteri Hukum, serta Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Koalisi menegaskan bahwa inisiatif penyusunan draf RUU ini dilakukan karena tidak ada kejelasan dari DPR maupun pemerintah setelah hampir satu tahun sejak putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Oktober 2024.
Salahudin menegaskan bahwa selama sebelas bulan, pihaknya belum menerima kejelasan dari DPR RI sebagai pembentuk undang-undang. Oleh karena itu, mereka memutuskan untuk menyusun secara mandiri masukan dari koalisi sebagai bentuk langkah proaktif.
Tags: Legislasi pemerintah DPR RI RUU Ketenagakerjaan Perlindungan Hak Pekerja