Mediasi terkait gugatan perdata terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka ditunda sampai 6 Oktober 2025. Penundaan ini dilakukan setelah para pihak dikumpulkan di ruang mediasi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (29/9/2025).
Proses mediasi yang difasilitasi Hakim Mediator Sunoto, diawasi oleh Subhan Palal selaku penggugat. Dalam proses tersebut, penggugat meminta agar kedua prinsipal—Gibran dan Komisi Pemilihan Umum—hadir secara langsung di ruang mediasi.
“Karena hari ini (Gibran) enggak hadir, maka mediator memutuskan untuk ditunda sampai prinsipal hadir, yaitu tergugat satu (Gibran) dan tergugat dua (KPU),” ujar Subhan saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Hadirnya prinsipal diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2016. Subhan menegaskan bahwa prinsip ini wajib dipenuhi sesuai aturan tersebut.
“Tadi mediasi, saya minta diterapkan peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016, bahwa prinsipal wajib hadir,” ujarnya.
Jika Gibran menghadiri langsung di persidangan, Subhan menyatakan tidak akan meminta sesuatu yang berlebihan. Ia menyatakan prosesnya akan menjadi lebih sederhana dan tidak memerlukan data tambahan. Ia menegaskan, yang penting adalah kedamaian kedua belah pihak.
Subhan juga menegaskan bahwa dirinya tidak meminta Gibran membawa ijazah asli ke ruang mediasi karena informasi tentang Gibran sudah beredar luas di media sosial dan tidak lagi dipertanyakan. Berdasarkan data KPU RI, Gibran pernah menempuh pendidikan di Orchid Park Secondary School Singapore (2002-2004) dan UTS Insearch Sydney (2004-2007), keduanya setingkat dengan sekolah menengah atas.
Menurutnya, yang dipermasalahkan adalah tempat Gibran menempuh pendidikan, bukan proses kelulusan atau ijazah.
Baca juga: KPK Dalami Data Baki Debet Kasus Kredit Fiktif Bank Jepara
Riwayat Pendidikan dan Upaya Damai
Namun, Subhan menyatakan bahwa potensi mencapai kesepakatan damai cukup kecil, mengingat keberatan terkait riwayat pendidikan SMA Gibran merupakan kekurangan yang melekat dan sulit diperbaiki. Ia menyebut bahwa solusi terbaik mungkin adalah mundur dari gugatan.
“Bukan saya yang damai, maka dia yang harus berdamai. Satu-satunya jalan, mundur,” ujar Subhan.
Baca juga: Satgas Operasi Damai Cartenz Gegerkan KKB di Papua
Gugatan Terkait Riwayat Pendidikan Gibran
Gugatan ini diajukan sehubungan dengan riwayat pendidikan Gibran, yang dinilai Subhan sebagai aspek subjektif dan melekat. Ia berpendapat, jika mencapai kesepakatan damai, masyarakat akan merasa kecewa karena riwayat pendidikan Gibran dianggap tidak memenuhi aturan Pemilu yang berlaku.
“Nah, itu telanjur, menurut saya pendidikannya enggak cukup. Undang-undangnya itu enggak cukup memenuhi itu,” kata Subhan.
Dalam gugatan, Subhan menuduh bahwa Gibran dan KPU melakukan tindakan melawan hukum karena adanya beberapa ketidaklengkapan pada dokumen pendaftaran calon wakil presiden. Selain itu, ia menilai bahwa riwayat pendidikan Gibran merupakan faktor yang merugikan proses pencalonannya.
Penggugat meminta majelis hakim menyatakan bahwa Gibran dan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum serta menuntut agar status Gibran sebagai Wakil Presiden tidak sah saat ini. Ia juga menuntut agar kedua tergugat membayar ganti rugi sebesar Rp 125 triliun kepada negara, serta Rp 10 juta sebagai kompensasi materiil dan immateriil.
“Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada Penggugat dan seluruh Warga Negara Indonesia sebesar Rp 125 triliun dan Rp 10 juta dan disetorkan ke kas negara,” bunyi petisi gugatan.
Tags: Hukum Indonesia gibran rakabuming raka Gugatan Politik