Kejaksaan Agung Indonesia menyatakan kesiapan menghadapi upaya Peninjauan Kembali (PK) dari mantan Direktur Utama PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI), Mayor Jenderal TNI (Purn) Adam Rachmat Damiri. Pengajuan PK tersebut menunggu keputusan dari Pengadilan Mahkamah Agung dan merupakan hak penuh dari terdakwa beserta keluarganya.
Baca juga: TNI Resmikan Seragam PDL Baru Berwarna Hijau Muda
Kejagung Tegaskan Proses Hukum Tetap Berjalan
Dalam pernyataannya, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, menegaskan bahwa pengajuan PK harus disertai bukti baru atau novum yang sah. Ia menambahkan bahwa Majelis hakim akan menilai dan mempertimbangkan materi yang diajukan dalam proses PK tersebut. Meski begitu, Kejagung menyatakan akan tetap hadir dalam sidang dan memastikan tim jaksa penuntut umum akan hadir untuk mendukung proses tersebut.
“Kita saat itu siap hadir juga tim Jaksa Penuntut Umum,” ujarnya. Ia juga berharap agar keputusan sebelumnya, termasuk kasasi, tetap dipertahankan. Keputusan terakhir diharapkan dapat menjadi acuan dalam putusan akhir.
Baca juga: Indeks Masyarakat Digital Indonesia Naik Signifikan Tahun 2025
Kuasa Hukum Klaim Bukti Baru dan Penegasan Keuntungan Adam Damiri
Kuasa hukum Adam Damiri, Deolipa Yumara, menyampaikan bahwa PK diajukan setelah timnya menemukan bukti baru yang menunjukkan bahwa kliennya tidak merugikan negara selama menjabat sebagai Dirut ASABRI periode 2012–2016. Menurutnya, Adam Damiri tidak pernah menerima dana pribadi dari perusahaan tersebut dan tuduhan kerugian negara sebesar Rp 22,78 triliun adalah keliru.
Deolipa menjelaskan bahwa kenyataannya, masa jabatan Adam Damiri justru mencatat keuntungan berupa pendapatan ratusan miliar rupiah, termasuk pembagian dividen dan setoran pajak kepada negara. Ia menegaskan bahwa sebagian besar kerugian sebesar Rp 22,78 triliun terjadi setelah masa kepemimpinan Adam Damiri berakhir, khususnya selama periode 2016–2019.
Tim pembela juga menyusun berbagai bukti, termasuk laporan keuangan dan RUPS PT ASABRI tahun 2011–2015, mutasi rekening yang membuktikan uang Rp 17,9 miliar merupakan pengembalian utang, serta hasil investasi saham Antam dari 2017 hingga 2020, ketika Adam Damiri sudah tidak menjabat.
Selain itu, data saham dan reksadana yang dimiliki ASABRI dan menghasilkan keuntungan juga turut disertakan sebagai bagian dari novum. Deolipa menambahkan bahwa hakim sebelumnya melakukan kekhilafan dalam putusannya, terutama dalam membebankan total kerugian sebesar Rp 22,78 triliun secara keseluruhan kepada Adam Damiri, padahal yang seharusnya diakui hanya sekitar Rp 2,6 triliun dan sebagian saham masih dimilikinya.
Ia menutup dengan menyatakan bahwa perlakuan tersebut menunjukkan ketidakadilan dan menyebutkan bahwa kliennya telah berusia 76 tahun, sehingga perlakuan tersebut menurutnya sangat tidak manusiawi.