Jakarta - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Rini Widyantini, mengungkapkan empat alasan utama pemerintah mendukung revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Pernyataannya disampaikan mewakili Presiden Prabowo Subianto saat Rapat Paripurna ke-6 DPR yang mengesahkan RUU BUMN menjadi undang-undang. Rini menjelaskan bahwa langkah ini bertujuan memperbaiki tata kelola dan pengelolaan BUMN secara lebih efektif.
Baca juga: Penghapusan Biaya PPDS di RSUD Didukung Pemerintah Indonesia
Empat Prioritas Perubahan dalam Revisi UU BUMN
Dia menyebutkan bahwa prioritas pertama adalah penataan kelembagaan yang menegaskan peran regulator dan operator, untuk meningkatkan sinergi dalam pengelolaan BUMN. Hal ini dinilai akan mengefektifkan fungsi masing-masing unit dan memperkuat pengawasan.
Selanjutnya, pemerintah menekankan perlunya penguatan tata kelola BUMN yang mengacu pada prinsip transparansi, akuntabilitas, dan good corporate governance.
Prioritas ketiga adalah memberikan kepastian hukum terkait kedudukan BUMN dalam kerangka penyelenggaraan negara, agar peran dan fungsi BUMN dapat dijalankan sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Terakhir, pemerintah mendorong BUMN untuk menjadi katalis pembangunan. BUMN tidak hanya sebagai penyumbang dividen, tetapi juga sebagai agen transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Baca juga: Dukung Program Pendidikan Dokter Spesialis, Kemendagri dan Kemendiktisaintek Bahas Pengembangan RSUD
Ketentuan Baru yang Terkait Pengaturan dan Pengawasan
Rini menyampaikan bahwa UU BUMN yang baru melarang menteri dan wakil menteri untuk merangkap jabatan sebagai komisaris BUMN. Larangan ini berlaku paling lama dua tahun setelah keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 128/PUU-XXIII/2025, yang dibacakan pada 28 Agustus 2025.
"Ketentuan mengenai rangkap jabatan menteri dan wakil menteri sebagai organ BUMN berlaku paling lama dua tahun terhitung sejak putusan Mahkamah Konstitusi yang terkait dengan rangkap jabatan menteri dan wakil menteri diucapkan," ujarnya.
Selain itu, aturan baru ini memungkinkan karyawan BUMN menduduki jabatan direksi, dewan komisaris, atau posisi manajerial lain di perusahaan pelat merah tersebut.
Poin penting lain adalah perubahan nomenklatur dari Kementerian BUMN menjadi Badan Pengaturan (BP) BUMN, sebagai bagian dari penguatan kerangka hukum BUMN agar berperan lebih strategis dan kompetitif di kancah global.
Dengan regulasi ini, diharapkan BUMN mampu menjadi agen pembangunan sekaligus entitas bisnis yang sehat dan berdaya saing internasional.